PANCASILA PADA MASA ORDE LAMA, ORDE BARU, DAN REFORMASI


A. PANCASILA PADA MASA ORDE LAMA
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama.
Dalam mengimplementasikan pancasila, presiden Soekarno melaksanakan pemahaman pancasila dengan paradigma yang disebut dengan Manipol/USDEK. Kebijakan pendidikan nasional dikenal dengan Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana yang tertuang dalam instruksi PP & K No.1 tahun 1959.
Pancasila diimpementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat  3 periode implementasi pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966

1. Pada periode 1945-1950
Pada periode ini, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup menghadapi berbagai masalah. Ada  upaya-upaya  untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Upaya-upaya tersebut terlihat dari munculnya gerakan-gerakan pemberontakan yang tujuannya menganti Pancasila dengan ideologi lainnya. Ada dua pemerontakan yang terjadi pada periode ini yaitu:
1). Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun terjadi pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan Negara Soviet Indonesia yang berideologi komunis. Dengan kata lain, pemberontakan tersebut akan mengganti Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini pada akhirnya bisa digagalkan.
2). Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara
Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo  pada  tanggal 17 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII adalah untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari’at islam. Upaya penumpasan pemberontakan ini mema- kan waktu yang cukup lama. Kartosuwiryo bersama para pengikutnya baru bisa ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962.

2. Pada periode 1950-1959
Pada periode ini dasar negara tetap Pancasila, akan tetapi dalam penerapannya lebih diarahkan seperti ideologi leberal. Hal tersebut  dapat dilihat dalam penerapan sila keempat yang tidak lagi berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting).  Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan.
Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.

3. Periode 1959-1966
Periode ini dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai  Pancasila  tetapi  berada  pada  kekuasaan  pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, dan menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.
Pada periode ini terjadi Pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit. Tujuan pemberontakan ini adalah kembali mendirikan Negara Soviet di Indonesia serta mengganti Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini bisa digagalkan, dan semua pelakunya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya

B. PANCASILA PADA MASA ORDE BARU
Terlaksananya berdasarkan “supersemar” dan TAP MPRS no. XXXVII/MPRS/1968 periode ini merupakan demokrasi pancasila, sebab semua bentuk penyelenggaraan negara berlangsung atas dasar nilai-nilai pancasila.
Ciri-Ciri Umum
Pancasila pada Era Orde Baru memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:
  1. Mengutamakan musyawarah mufakat
  2. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
  3. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
  4. Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
  5. Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksankan hasil keputusan musyawarah
  6. Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
  7. Keputusan dapat dipertanggungjawabkan kepada tuhan Yang Maha Esa berdasarkan nilai kebenaran dan keadilan

Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen  sebagai kritik  terhadap orde  lama yang  telah menyimpang  dari Pancasila melalui P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa.
Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sekaligus berhasil mengatasi paham komunis di Indonesia. Akan tetapi, implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan. Beberapa  tahun kemudian kebijakan-kebijakan  yang dikeluarkan  ternyata tidak  sesuai dengan  jiwa Pancasila.
Ideologi sangat diperlukan orde baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara.Sehingga Pancasila oleh rezim orde baru kemudian ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara, Adapun dalam pelaksanaannya dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pengkultusan Pancasila sampai dengan Penataran P4.
. Di Orde Baru masih saja terjadi berbagai penyimpangan dalam pelaksanaan Pancasila. Diantaranya adalah:
  1. Presiden Soeharto menjabat selama 32 tahun.
  2. Terjadi penafsiran sepihak terhadap Pancasila oleh rezim Orde Baru melalui program P4.
  3. Adanya penindasan ideologis, sehingga orang-orang yang mempunyai gagasan kreatif dan kritis menjadi takut.
  4. Adanya penindasan secara fisik seperti pembunuhan terhadap orang di Timor-Timur, Aceh, Irian Jaya, kasus Tanjung Priok, pengrusakan/penghancuran pada kasus 27 Juli dan seterusnya.
  5. Perlakuan diskriminasi oleh negara juga dirasakan oleh masyarakat non pribumi (keturunan) dan masyarakat golongan minoritas. Mereka merasa diasingkan, bahkan acapkali mereka hanya dijadikan sebagai kambing hitam jika ada masalah, atau diperas secara ekonomi.
  6. Pancasila Digunakan Sebagai Alat Politis
  7. Diterapkannya demokrasi sentralistik, demokrasi yang berpusat pada pemerintah . selain itu presiden juga memegang kendali terhadap lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif sehingga peraturan yang di buat harus sesuai dengan persetujuannya.
  8. Presiden melemahkan aspek-aspek demokrasi terutama pers karena dinilai dapat membahayakan kekuasaannya.
  9. Banyak terjadi KKN (Korupsi,Kolusi dan Nepotisme).

Kelebihan pelaksaan pancasila pada masa orde baru :
      Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
      Sukses transmigrasi
      Sukses KB
      Sukses memerangi buta huruf
      Sukses swasembada pangan
      Pengangguran minimum
      Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
      Sukses Gerakan Wajib Belajar
      Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
      Sukses keamanan dalam negeri
      Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
      Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kesimpulan
Kecenderungan orde baru dalam memandang Pancasila sebagai doktrin yang komprehensif terlihat pada anggapan bahwa ideologi sebagai sumber nilai dan norma dan karena itu harus ditangani (melalui upaya indoktrinasi) secara terpusat. Pada akhirnya, pandangan tersebut bermuara pada keadaan yang disebut dengan perfeksionisme negara. Negara perfeksionis adalah negara yang merasa tahu apa yang benar dan apa yang salah bagi masyarakatnya, dan kemudian melakukan usaha-usaha sistematis agar ‘kebenaran’ yang dipahami negara itu dapat diberlakukan dalam masyarakatnya. Sehingga formulasi kebenaran yang kemudian muncul adalah sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya sesuatu dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendak penguasa.

C. PANCASILA PADA MASA REFORMASI
Pada masa reformasi, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa terus menghadapi berbagai tantangan. Penerapan Pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain, akan tetapi lebih dihadapkan pada kondisi kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas.
Kebebasan  yang  mewarnai  kehidupan   masyarakat   Indonesia   saat  ini meliputi berbagai macam bentuk mulai dari kebebasan berbicara, berorganisasi, berekspresi dan sebagainya. Kebebasan tersebut di satu sisi dapat memacu kreatifitas masyarakat, tapi disisi lain juga bisa mendatangkan dampak negatif yang merugikan bangsa Indonesia sendiri.
Peranan pancasila dalam era reformasi :
Dalam era reformasi, peranan Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan yang artinya Pancasila menjadi kerangka atau pola piker bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara. Pancasila juga sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berarti setiap langkah bangsa dan negara Indonesia harus dilandasi oleh sila-sila yang ada didalam Pancasila
Reformasi dalam Perspektif Pancasila Harus berdasarkan pada Nilai-nilai:
  1. Reformasi yang berketuhanan Yang Maha Esa
  2. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Semangat reformasi berdasarkan nilai persatuan
  4. Semangat reformasi harus berdasar pada akar kerakyatan
  5. Reformasi bertujuan untuk terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum :
Dalam era reformasi akhir-akhir ini, pembaharuan terhadap hukum sangat diperlukan. Proses hukum dalam reformasi perlu ditata kembali dengan melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
            Kelemahan atas sistem hubungan kelembagaan demokratis memberikan peluang bagi tumbuh kembangnya hubungan antara penguasa politik dengan pengusaha, bahkan antara birokrat dengan pengusaha. Kondisi ini jelas tidak mendasarkan atas nilai-nilai Pancasila yang meletakkan kemakmuran pada paradigma demi kesejahteraan seluruh bangsa. Perubahan dan pengembangan ekonomi harus diletakkan pada peningkatan harkat martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai satu keluarga sebagaimana yang dijelaskan oleh Muh. Hatta, sistem ekonomi berbasis pada kesejahteraan rakyat.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Pada era reformasi,  seruan dan tuntutan rakyat terhadap perubahan politik sudah merupakan sebuah keharusan, karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin sukses tanpa melakukan perubahan terhadap bidang politik.
Latar belakang:
  1. Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan Lembaga pemerintahan
  2. DPR dan MPR mandul, tidak mampu mengemban amanat rakyat, justru menjadi kroni pemerintahan.
  3. Penegakan hokum lemah, demokrasi tertekan
  4. Pancasila yang seharusnya menjadi sumber nilai dan dasar moral bagi negara dan aparatur pemerintah, dalam kenyatan digunakan sebagai alat legitimasi politik dengan sekedar mengatasnamakan Pancasila.
Langkah awal Reformasi Politik
ü              Sidang Istimewa MPR tahun 1999 mencabut P4 dan asas tunggal Pancasila tersebut dan mengembalikan kedudukan yang sebenarnya yaitu sebagai dasar negara republik Indonesia
ü              UU No.2 Tahun 1999 tentang partai politik memiliki jiwa lebih demokratis dan memberikan keleluasaan untuk menyalurkan aspirasinya.



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.